Budaya Alor - NTT:
TARI
LEGO-LEGO: Tari
penyambutan yang ditarikan secara melingkar dan berputar-putar mengikuti irama
kendang dan moko (dok: NTT Bangkit)
|
TAKPALA
Desa
Adat Yang Masih Terjaga
Sekelompok penari adat membentuk lingkaran sambil bergandengan tangan. Rambutnya yang gimbal dibiarkan terurai sebatas bahu, bergerak seirama gemerincing gelang perak yang melingkar di kakinya.
MOKO |
Tetabuhan gong, dan moko, (sejenis kendang
yang terbuat dari kuningan), bertalu-talu mengikuti gerakan rancak para
penarinya. Kumandang lagu dan pantun dalam bahasa adat setempat, semakin
menambah semaraknya suasana di Kampung Tradisional Takpala yang berlokasi di
Dusun III Kamengtaha Desa Lembur Barat, Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten
Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Itulah sajian Tari Lego-Lego yang yang
dipersembahkan suku Abui, warga asli Desa Takpala. Tarian tersebut melambangkan
kekuatan, persatuan dan persaudaraan. Tarian itu sekaligus dipakai sebagai tari
penyambutan tamu-tamu yang datang ke desa adat tersebut.
Berdasar sejarah yang berkembang pada
masyarakat setempat bahwa Suku Abui adalah pendiri kerajaan tertua yang pernah
ada di Alor, yaitu Kerajaan Abui di pedalaman pegunungan Alor.
Rumah-rumah adat Suku Abui yang disebut Rumah
Lopo masih berdiri tegar. Setiap rumah biasanya dihuni 13 kepala keluarga (KK)
yang terdiri dari dua jenis rumah, yakni Kolwat dan Kanuruat. Rumah Kolwat
terbuka untuk umum, siapapun boleh masuk termasuk anak-anak dan perempuan.
Yang boleh masuk ke rumah Kanuruat hanya
kalangan tertentu. Anak-anak dan perempuan dilarang keras memasuki bagian rumah
tersebut. Jika dilanggar akan menimbulkan penyakit di mana proses
penyembuhannya harus dilakukan dengan upacara adat.
Rumah adat Takpala dibangun dengan bahan
dasar dari bambu dan berbentuk piramida, beratap alang-alang, serta disangga
oleh 6 tiang yang terbuat dari kayu merah.
Pada bagian atas rumah dihiasi dengan ornamen
berbentuk tangan terbuka sebagai simbol permintaan berkat kepada Yang Maha
Kuasa. Setiap Rumah Lopo memiliki tiga lantai dan memiliki fungsi
masing-masing.
DESA ADAT TAKPALA: Jadi daerah cagar budaya (Dok: Kompas) |
Lantai paling bawah berfungsi sebagai dapur
dan ruang tidur, lantai dua digunakan untuk menyimpan jagung atau bahan makanan
lainnya, dan apabila lantai dua sudah penuh, bahan makanan itu bisa disimpan di
lantai tiga yang juga berfungsi sebagai gudang. Biasanya lantai dua juga sering
digunakan untuk menjamu tamu-tamu yang datang.
Dan Lantai paling atas terkadang sering
dimanfaatkan untuk menyimpan barang-barang berharga, termasuk untuk menyimpan
moko atau nekara. Moko adalah gendang dari kuningan yang merupakan warisan
budaya perundagian dari zaman perunggu yang diperkirakan antara tahun 1.000
hingga 500 Sebelum Masehi.
Transportasi
Perjalanan ke Takpala dimulai dari Bandar
Udara Mali yang terletak di Kabupaten Alor, NTT. Dari Bandara Mali, pengunjung
dapat menepuh perjalanan dengan ojek sepeda motor.
Jika mau menggunakan kendaraan umum, dari
Terminal Kalabahi, ibu kota Kabupaten Alor, bisa menggunakan bus jurusan
Bukapiting, turun di Takalelang. Dari situ, pengunjung berjalan kaki menuju
jalan mendaki yang biasa ditempuh dalam waktu 15 menit. Masuk Takpala tidak
dipungut retribusi sepeser pun.
Di ketinggian jalan menuju Desa Takpala
tersebut, pengunjung dapat menikmati keindahan panorama Teluk Bunlelang, yang
berketinggian sekitar 150 meter meter dari permukaan laut (Mdpl) karena
lingkungan serta desa adat tersebut menjorok ke laut lepas.** Sapto Adiwiloso
Tidak ada komentar:
Posting Komentar