Senin, 04 Maret 2013



Budaya Alor - NTT:


TARI LEGO-LEGO: Tari penyambutan yang ditarikan secara melingkar dan berputar-putar mengikuti irama kendang dan moko (dok: NTT Bangkit)

TAKPALA
Desa Adat Yang Masih Terjaga

Sekelompok penari adat membentuk lingkaran sambil bergandengan tangan. Rambutnya yang gimbal dibiarkan terurai sebatas bahu, bergerak seirama gemerincing gelang perak yang melingkar di kakinya.

MOKO
Tetabuhan gong, dan moko, (sejenis kendang yang terbuat dari kuningan), bertalu-talu mengikuti gerakan rancak para penarinya. Kumandang lagu dan pantun dalam bahasa adat setempat, semakin menambah semaraknya suasana di Kampung Tradisional Takpala yang berlokasi di Dusun III Kamengtaha Desa Lembur Barat, Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Itulah sajian Tari Lego-Lego yang yang dipersembahkan suku Abui, warga asli Desa Takpala. Tarian tersebut melambangkan kekuatan, persatuan dan persaudaraan. Tarian itu sekaligus dipakai sebagai tari penyambutan tamu-tamu yang datang ke desa adat tersebut.

Berdasar sejarah yang berkembang pada masyarakat setempat bahwa Suku Abui adalah pendiri kerajaan tertua yang pernah ada di Alor, yaitu Kerajaan Abui di pedalaman pegunungan Alor.

Rumah-rumah adat Suku Abui yang disebut Rumah Lopo masih berdiri tegar. Setiap rumah biasanya dihuni 13 kepala keluarga (KK) yang terdiri dari dua jenis rumah, yakni Kolwat dan Kanuruat. Rumah Kolwat terbuka untuk umum, siapapun boleh masuk termasuk anak-anak dan perempuan.

Yang boleh masuk ke rumah Kanuruat hanya kalangan tertentu. Anak-anak dan perempuan dilarang keras memasuki bagian rumah tersebut. Jika dilanggar akan menimbulkan penyakit di mana proses penyembuhannya harus dilakukan dengan upacara adat.

Rumah adat Takpala dibangun dengan bahan dasar dari bambu dan berbentuk piramida, beratap alang-alang, serta disangga oleh 6 tiang yang terbuat dari kayu merah.

Pada bagian atas rumah dihiasi dengan ornamen berbentuk tangan terbuka sebagai simbol permintaan berkat kepada Yang Maha Kuasa. Setiap Rumah Lopo memiliki tiga lantai dan memiliki fungsi masing-masing.
DESA ADAT TAKPALA: Jadi daerah cagar budaya (Dok: Kompas)

Lantai paling bawah berfungsi sebagai dapur dan ruang tidur, lantai dua digunakan untuk menyimpan jagung atau bahan makanan lainnya, dan apabila lantai dua sudah penuh, bahan makanan itu bisa disimpan di lantai tiga yang juga berfungsi sebagai gudang. Biasanya lantai dua juga sering digunakan untuk menjamu tamu-tamu yang datang.

Dan Lantai paling atas terkadang sering dimanfaatkan untuk menyimpan barang-barang berharga, termasuk untuk menyimpan moko atau nekara. Moko adalah gendang dari kuningan yang merupakan warisan budaya perundagian dari zaman perunggu yang diperkirakan antara tahun 1.000 hingga 500 Sebelum Masehi.

Transportasi
Perjalanan ke Takpala dimulai dari Bandar Udara Mali yang terletak di Kabupaten Alor, NTT. Dari Bandara Mali, pengunjung dapat menepuh perjalanan dengan ojek sepeda motor.

Jika mau menggunakan kendaraan umum, dari Terminal Kalabahi, ibu kota Kabupaten Alor, bisa menggunakan bus jurusan Bukapiting, turun di Takalelang. Dari situ, pengunjung berjalan kaki menuju jalan mendaki yang biasa ditempuh dalam waktu 15 menit. Masuk Takpala tidak dipungut retribusi sepeser pun.

Di ketinggian jalan menuju Desa Takpala tersebut, pengunjung dapat menikmati keindahan panorama Teluk Bunlelang, yang berketinggian sekitar 150 meter meter dari permukaan laut (Mdpl) karena lingkungan serta desa adat tersebut menjorok ke laut lepas.** Sapto Adiwiloso

Tidak ada komentar:

Posting Komentar